"Jika engkau bukan anak raja dan bukan anak seorang ulama, maka jadilah seorang penulis" - Al Ghazali

Kamis, 11 Agustus 2016

Jalan berliku menuju "Iman" seutuhnya

Al-Iman yazid wa yanqus. (Iman bertambah dan berkurang)

image by: flyingazn.deviantart.com


Tidak, saya sedang tidak bercanda atau sekadar pamer nama saya dalam sebuah sabda Rasulullah.
Ya, demikianlah yang beliau ucapkan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Baihaqi dan Ibnu Hibban dari penuturan Abu Hurairah radhiyallahu anhu.

Dalam suatu sumber yang saya baca, mengutip dari kitab Fath al-Bari li Ibn Rajab, disebutkan bahwa iman seorang insan bertambah saat kita sedang mengingat Allah SWT sekaligus takut kepada-Nya. Sebaliknya, saat kita lalai dan lupa kepada Allah SWT berarti iman kita berkurang. Dikatakan juga oleh sebagian ulama, iman bertambah dengan ketaatan kita kepada Allah SWT, dan bekurang karena kemaksiatan kita kepada-Nya. Begitulah kiranya penjelasan ringkasnya.

Lalu, mana yang saya akan gali?
Lebih jelasnya, saya akan coba menggali dari dasar dengan perspektif saya pribadi.
Benar, iman seorang manusia layaknya sebuah grafik, nampak pula sebuah kondisi pasar.
Fluktuasi selalu terjadi. Kadang ada kalanya tren sedang naik dan 'profitable', tak jarang pula bisa mengalami kondisi 'pailit' dan terjerembab ke dalam jurang kerugian.
Pertanyaan besar yang muncul dalam diri saya adalah,
apa itu iman?
.
.
apakah iman kita sudah sebenar-benarnya iman?
.
.
Terlihat liar memang, namun itulah yang saya tekankan.
Kita boleh saja mengakui bahwa kita beriman, menghafal 6 rukun iman sejak usia dini, dan coba memahami maknanya.
Namun, apa implementasinya?
Saya bahkan belum mendapat jawaban pasti definisi iman 'versi saya' sampai saat membuat postingan ini, yang saya ketahui hanyalah asal-muasal kata dan tafsiran para ahli kitab serta orang-orang yang ahli di bidang itu mengenai iman.
Sementara, kita mungkin tahu bahwa seseorang beriman harus dengan sepenuh hati, maka tatkala ia didikte dengan serangkaian aturan yang mengatasnamakan "iman", maka saya katakan itu bukan iman, namun hanya tuntunan menuju iman.

Iman berarti percaya, iman berarti meyakini. Lalu dimana peran manusia?
Ya, disini lah peran sebenarnya.

Kalau saya, anda dan juga orang-orang muslim dihadapkan dengan pilihan, misal : lebih baik sholat atau syahadat?
tentu sebagian besar berkata: "syahadat", alasannya karena ia rukun islam yang pertama.
lalu yang lainnya berkata: "sholat", karena itu representasi keimanan seseorang yang sudah yakin dengan kewajibannya sebagai muslim.
Keduanya benar, dan tidak ada yang salah bagi saya. Mengapa? saya mengada-ada?
Tidak.
Mereka berdua adalah contoh bagaimana orang muslim berpikir dan bertindak. Benar, berpikirlah sebelum bertindak, namun jangan terlalu lama berpikir tanpa pernah melakukan tindakan. Ada dua pihak yang berbeda dalam satu wadah, dan kita tak bisa memungkiri hal ini benar adanya dan tidak ada yang mesti disalahkan.

Kondisi-kondisi seperti inilah yang menjadikan muslim beragam, variatif dan kreatif. Tentu bukan dalam hal akidah, hanya masalah fiqih dan hal-hal lainnya. Jadi tak perlu untuk dipermasalahkan.
Mengenai iman yang naik dan turun, hal itu adalah keniscayaan, saya sendiri merasakan betapa dahsyatnya dan begitu luarbiasa nikmat-Nya ketika saya sedang susah, sedang bersyukur dalam do'a dan usaha, dan hal lain yang membuat saya ingat siapa yang membawa nikmat itu. Disitu lah saya mengimani, disitu lah saya sadar bahwa saya punya Tuhan yang sangat sangat wajib saya percayai dan saya taati perintahnya. 
Bahkan ketika saya menuliskan kata-kata ini seakan saya merasa betul sedang diawasi. Ya, itulah salah satu contoh dari iman, iman yang kokoh nan tinggi.. selalu percaya bahkan terhadap suatu yang tidak nampak baginya. Inilah semurni-murninya tuntunan, bukan hanya tulisan seperti halnya blog saya ini.

Anda muslim, maka anda wajib mempercayai Ghaib. tentu.. Tuhan kita Allah azza wa jalla, ia Ghaib. Jin dan syaithan, mereka Ghaib, namun apa? apa korelasinya sampai keluar konteks bahasan?
Tidak, ini tidak keluar sedikitpun. Ingat apa yang saya tuliskan diawal post saya ini :)? "saya akan menggali dari dasarnya".

Dan..

Inilah..

Inilah iman versi saya.

Kalau lah bisa menyampaikan, maka saya akan berkata: "percaya dahulu dengan hal yang mungkin tidak mudah untuk kita percayai padahal ia begitu nyata, kemudian baru lah percaya pada yang nampak dan mudah dipercayai padahal itu bisa saja fana". 

Begitulah prinsip saya saat ini, banyak fase yang terlewati hingga saat saya studi di bangku kuliah semester tiga ini, saya mencoba ambil jalan tengah guna menghindari noda kelam keganasan emosi yang tak terkurung akal dan pikiran jernih masa lalu, iman yang tak dibungkus amal dan ibadah dengan penuh. Maka, rontoklah iman saya satu persatu, turun lah ia meski saya berteriak lantang dalam diri: "saya beriman, saya lebih ber-iman dari Anda!", Na'udzubillah min dzalik, jangan sampai terulang kembali apa yang saya katakan tersebut.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya untuk saya dan khususnya bagi Anda, pembaca yang singgah di blog saya dengan atau tanpa paksaan, melalui ketertarikan atau dengan keisengan, saya sangat menghargai.

Mari bersama melangkahkan kaki, perlahan demi perlahan namun pasti. Pilihlah jalan mu, pilih lah gayamu, karena aku tak melarang, mereka juga tak melarang (mungkin hanya benci kamu tak sesuai dengannya). Namun, ingatlah selalu apa yang baik bagimu, dan semoga itulah yang memang benar-benar diridhoi oleh-Nya :)
Aamiin ya rabbal 'alamin.


Afwan ala kulli hal, segala khilaf dan salah pasti ada dalam tulisan saya, namun inilah pandangan saya pribadi yang tidak perlu dimaki, cukup kritisi saya.. saya akan membuka diri. InshaAllah :)


Wassalamu'alaykum.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

ASSALAMU'ALAIKUM.. SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA. AMBIL MANFAAT, BUANG YANG KURANG BERKENAN :)

Hit and Visitors

@yazid.ulwan / 2022. Diberdayakan oleh Blogger.

Kita dan Bangsa!

Kita dan Bangsa!
cintailah negerimu, bagaimanapun kesenanganmu dengan budaya di negeri sana, pastikan darah juang selalu lekat dihatimu

Labels and Tags

Labels

Catatan Pinggir

Menulis dalam sebuah wadah yang baik demi kebermanfaatan, ialah suatu 'kewajiban' bagi saya meski sepatah-dua patah kata saja. --Jejak--