Sempat aku berada,
di puncak-puncak masa
pertama puncak gilang-gemilangan
dimana rasa
dan pikiranku,
tercurah semua
lewat narasi karya nyata
Pernah pula aku,
ada di puncak lainnya
puncak "iman" namanya
dimana aku mengenal
siapa diriku?
mengapa aku?
apa gunaku?
dan
apa harusku,
seutuhnya
Tak jarang pula diriku,
masuk dalam kubangan gila,
lumpur yang pekat dosa
hitam legam
teramat hina
bohong,
dusta durjana
Sekali lagi aku,
menyingkap topeng itu jua
kepalsuan wajah,
kebenaran hati
kebimbangan kata
Tapi aku,
tak mau kamu
atau dia, dan semua-mua
melihat lusuh diriku
Tidaklah berlama-lama
Biarlah Ia
biar nanti,
biar kan aku dibimbing,
dituntun dengan binar cahya-Nya,
menyalut diri yang buta,
mata
hati
Kaca,
tak pernah kala nya mendua
hanya menyindir si purwa-rupa
onar wajah, onar semua
Satu-satu, dua terasa
Kini saatnya diri,
mengembara jauh.
belum,
kembara diri.
menentu arah,
menguak hati
dan Aku,
biarkanku
dituntunku
Oleh-Nya,
Ia semata
--Pertolongan dari-Nya
Maha Kuasa.
![]() |
Senja di sore itu.. |
0 komentar:
Posting Komentar